NASIHAT DALAM PAMALI (PANTANGAN)
SAPULUN DAN PAHUNI
Dalam keseharian, khususnya
masyarakat Dayak Ngaju, masih banyak yang mengetahui adanya beberapa pamali/
pantangan atau mitos. Memang antara pamali
dan mitos hanya beda tipis. Masyarakat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah menyebut
mitos atau pamali itu dengan kata “pali,” yang artinya pantangan.
Pada dua ulasan sebelumnya sudah disampaikan tentang pamali duduk di depan pintu dan makan di tutup panci. Untuk kali ini, yang akan diulas adalah tentang “sapulun” yaitu mencicipi makanan atau minuman.
Contohnya, jika ada tamu yang datang saat empunya rumah sedang memasak. Kemudian menawarkan tamu untuk makan atau minum, maka seharusnya tamu tersebut menerima tawaran empunya rumah. Setidaknya sang tamu harus “sapulun,” yaitu menyentuh/ memegang ataupun mencicipi makanan dan minuman tersebut. Jika tidak, maka akan dikatakan bahwa nantinya, sang tamu bisa mengalami musibah.
Salah satu pamali atau mitos yang masih ada sampai sekarang yaitu, jika empunya rumah menawarkan minuman (kopi atau teh), dan nasi goreng, maka tamu tidak boleh menolak. Karena yang dianggap paling berbahaya yaitu menolak tawaran kopi atau teh dan nasi goreng.
Berdasarkan pengalaman penulis dari orang-orang terdekat, ada beberapa kejadian musibah yang dihubungkan dengan pamali atau mitos tersebut.
Ketika ada kejadian musibah, tidak
lama muncul cerita, bahwa sebelumnya yang bersangkutan ada ditawari makan atau
minum. Tetapi yang mengalami musibah tersebut tidak melakukan “sapulun.” Maka
akhirnya yang bersangkutan mengalami musibah.
Jika dicermati, sebenarnya kejadian tersebut adalah akibat dari “sugesti.”
Saat tamu ditawari makanan atau
minuman tetapi menolak untuk sekadar mencicipi, maka ketika melanjutkan
pekerjaannya sebenarnya sang tamu terbawa pikiran. Memikirkan makanan atau
minuman yang ditawarkan tadi, tetapi tidak sempat dinikmati, akhirnya tidak
fokus. Sehingga ketika terjadi musibah, akhirnya masyarakat akan
menghubungkannya dengan “sapulun.”
Orang yang mengalami musibah karena
tidak melakukan “sapulun” tersebut dikatakan terkena “pahuni,” karena melanggar “pali.”
Akhirnya berkembanglah pamali atau mitos, yaitu jika mau bepergian, kalau tidak sempat makan atau minum, “pali” jika tidak melakukan “sapulun” karena bisa terkena “pahuni.”
Ini adalah cerita keseharian yang terkadang masih ada terbawa sampai sekarang.
Kisah ini tidak akan mungkin
terhapus begitu saja, karena sudah merupakan bagian dari tradisi atau budaya
dan kepercayaan.
Tergantung kepada masing-masing
pribadi.
Karena yang pasti adalah, jika mau
melakukan pekerjaan atau bepergian, terlebih dulu berserah dalam do’a pada Yang
Maha Kuasa.
(pernah diposting di Fb umum: 14-6-2020)
Salam Semangat
Palangka Raya, 18 Juni 2020
Katmie
Komentar
Posting Komentar
Palus Wei (silakan koment)