BUDIDAYA SINGKAH NANGE
Salah satu bahan makanan untuk sayur, yang juga khas di masyarakat Dayak Ngaju adalah “singkah nange.”
Tanaman ini masuk ke dalam jenis palem.
Mengapa dikatakan khas?
Karena tanaman ini tidak semua tumbuh
atau ada di wilayah Kalimantan Tengah.
Tanaman ini sangat tumbuh subur di
daerah rawa dangkal.
Sangat banyak di wilayah Rungan,
Manuhing dan Kahayan (Kalimantan Tengah).
Bagian yang diambil untuk bahan
makanan adalah “umbut”nya atau bagian dalam tanaman yang lembut dan manis.
Nama latinnya adalah bagian “Metaphloem.”
Tanaman ini dari rasa juga khas karena ada bagian pangkalnya yang pahit tapi tetap bisa dimakan.
“Singkah nange” memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi.
Ini berdasarkan kesamaan sifat dengan tanaman palem.
Pada zaman dulu, jika ada pesta
besar di kampung, maka “singkah nange” digunakan sebagai sayuran menu makanan
pesta.
Masyarakat akan mencarinya dengan
bergotong royong ke hutan.
Karena memiliki diameter yang cukup
besar, maka jika untuk keperluan pesta, harus melibatkan banyak orang.
Hal ini disebabkan karena, untuk
mendapatkannya harus terlebih dulu menebang dari rumpunya.
Satu hal lagi, pelepahnya juga berduri.
Belum ada yang membudidayakan
tanaman ini, padahal keberadaannya sudah mulai langka.
Seiring dengan langkanya hutan.
Kalaupun masih ada, maka masyarakat
harus berjalan kaki puluhan kilometer masuk ke dalam hutan.
Jika dulu sekitar tahun 1990-an,
harga satu batangnya yang sudah bersih sekitar tiga ribu rupiah.
Sekarang harganya untuk ukuran yang kecil saja mencapai tiga puluh ribu rupiah.
Ketika melihat “singkah nange,” pasti
masyarakat asli Dayak Ngaju akan teringat kampung halamannya.
Terlebih lagi jika saat menikmati masakan “singkah nange.”
Yang jadi pertanyaan sekarang : siapakah yang sudah melakukan budidaya singkah nange ini?
Tabe, Katmie
#ingat.utus#
#selalu di hati#
Komentar
Posting Komentar
Palus Wei (silakan koment)